Senin, 06 Mei 2013

MISTERI PANGERAN BENOWO dan Kabupaten Tegal



MISTERI PANGERAN BENOWO


Di Kabupaten Tegal kurang lebih 10 km dari kota Slawi yaitu desa Balamoa, Kecamatan Pangkah terdapat makam bercungkup dan berundak. Dibagian depan cungkup tersebut terdapt dua inskripsi kayu yang masing-masing berhuruf Jawa dan Arab dalam bahasa Jawa. Inskripsi kayu yang bertuliskan Arab berbunyi sebagai berikut :
“Allamdullah robbil’alamin washolatu wassalam Muhammadin sholallahu alaihi wa salam , amma ba’du. Atur sesampunipun kadi punika ingkang serat Kanjeng
Kyai Tumengggung Sosronegoro ingkang palenggah Negeri Tetegil dinten Kamis Wage sasinipun Syawal tanggal ping selawe pakerti satria tahun Ehe Hijrotun Nabi sholallahu’alaihi wa salam”.
Sedangkan inskripsi kayu yang bertuliskan JAwa berbunyi sebaga berikut :
“Hingkang kaserat pratanda Kanjeng Kyai Tumenggung Sosronegoro hingkang ngapalenggah ing Nagari Tetegil hamangun astananipun hanatkala pangadegipun hing dinten Kamis Wage Sasi Sawal ping selawe sinangkalan “pakerining sarira senrumasa kawisesa”.
Dari sengkalan tersebut dapat diketahui bahwa pendirian cungkub makam dilakukan pada tahun 1684.
Siapa sebenarnya Kyai Ageng Balamoa iti?
Menurut legenda atau cerita rakyat yang berkembang dari beberapa nara sumber menuturkan :
Pangeran Bonowo putra Sultan Hadiwijaya dari Pajang semenjak kecil telah mendapat gemblengan ilmu agama islam dari Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Oleh karena itu ia berbudi luhur, penyantun dan sudah tampak sifat arifnya bila dilihat dari perilaku dalam pergaulan sehari-hari dengan teman sepermainnya.
Setelah diangkat menjadi putra mahkota Pangeran Benowo menjadi pemurung, mungkin karena gelar yang disandangnya itu sangat membebani, karena bertentangan dengan nuraninya.
Pada suatu hari Pangeran Benowo menulis surta untuk ayahnya yang isinya antara lain mohon pamit bahwa ia akan mengembara ketelatah timur untuk memperdalam ilmu agama Islam.
Setelah menulis surat Pangeran Benowo pergi ke barat, bertentangan denagn pesan yang tertulis dalam suratnya dan mengubah namanya menjadi Benawi. Hal ini ia lakukan untuk menghilangkan jejak.
Membaca surat dari putranya Sultan Hadiwijaya seperti disambar petir di siang bolong karena tidak menyangka bahwa putranya akan berbuat senekat itu. Maka dikumpulkannya para tumenggung dan hulubalang untuk segera mencari Pangeran Benowo dengan pesan bahwa jangan pulang ke kerton Pajang kalau tidak bersama denagn Pangeran Benowo.
Meskipun tugas yang diembanya cukup berat tetapi para utusan pergi juga ke Jawa bagian timur seperti pesan tertulis, apalagi para utusan berkeyakinan pula bahwa pengeran Benowo pasti pergi ke timur karena telatah Jawa bagian timur merupakan gudanganya para tokoh agama Islam.
Dari hari ke hari, bulan ke bulan rombongan pencari pangeran Benowo masuk kampung keluar kampung mendatangi setiap pesantren serta menghubungi setiap ustad untuk mencari informasi tentang keberadaan pangeran Benowo, tetapi tidak ditemukan juga.
Karena keputusasan mereka dalam melacak kepergian pangeran Benowo, maka agar dapat kembali ke keratin Pajang lalu mereka mengambil inisiatif dan merekayasa bahwa pangeran Benowo dianggap sudah meninggal dan dibuatnya makam tiruan.. Kemungkinan inilah yang mengakibatkan makam pangeran benowo ada dimana-mana.
Demikian pula seperti halnya nasib rombongan Ki Gede Sebayu yang turut melacak kepergian Pangeran Benowo kearah barat sampailah ia di daerah Pemalang dan melanjutkan perjalannya ke barat, karena tidak berhasil juga menemukan Pangeran Benowo maka Ki Gede Sebayu memutuskan untuk mengakhiri perjalananya dan menetap di daerah Tetegal sampai akhir hayatnya.
Dengan berbekal tekad dan semangat Pangeran Benowo yang menyamar sebagia Benawi menyelusuri jaln setapak masuk kampong keluat kampong dengan tujuan mencari jati diri dan makna hidup yang hakiki.
Setelah sampai di daerah Kendal, Benawi berhenti, kemudian dihampirinnya gubug kosong untuk beristirahat.
Sesudah sholat isya Benawi duduk termenung menikmati indahnya malm dengan ditemani kidung jengkrik, belalang dan katak serta berlampukan kunang-kunang sambil menikmati bintang-bintang di langit. Dengan menghisab nafas dalam-dalam tampak sekilas senyum nikamt syukur ia bergumam, ”Alangkah besar kekuasaan-Mu Ya Allah, seandainya manusia memahami dam menyukuri nikmat-Mu niscaya dunia akan damai”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar